Minggu, 29 Maret 2015

30 Maret. 00.46

Seperti kata putus yang tabu untuk diucapkan ketika sedang menjalin suatu hubungan. Seperti itulah jenuh menurutku. Ketika saya jenuh, saya tau apa yang harus saya lakukan tanpa harus mengucapnya, karenanya jenuhku menjadi tabu untuk terucap. Bukan ketidakjujuran yang kutanam, hanya saja terkadang saya merasa hal semacam itu hal yang wajar. Wajar jikalau saya diam, dan memilih untuk tidak bertemu. Hanya semata-mata untuk menjaga perasaan. Karena saya tau, jenuh tidak melulu harus oleh dua pihak, terkadang jenuh muncul hanya dari satu sisi. Ketika itu dari sisiku, maka biarkan saya yang menyelesaikannya. Karena masalah ada dipihakku. Ketika saya mengucap jenuh dikala orang sedang tidak merasakan hal yang sama dengan saya, awalnya saya tidak tau bagaimana perasaan tersebut. Tapi malam ini saya mengerti rasanya, mendengar jenuh disaat saya sedang tidak jenuh dengan seseorang. It hurt me....

Senin, 02 Februari 2015

"Analogi Kangenku" 2 Februari 2015, 23.26

Kangen itu tidak melulu harus saling berkabar untuk menghilangkan rasa itu.
Kangen itu tidak melulu harus mendengarkan suaranya agar rasa itu terobati
Kangen bukan benalu ataupun penyakit.
Kangen itu seperti hujan disaat saya (tidak) menginginkannya untuk turun.
Kesal sih....
Tapi saya secara (sadar) merasa diuntungkan disisi lain.
(sadar) bukan tidak sadar...
Kangen itu ibarat perasaan malu-malu kucing saya terhadap hujan...
Saya malu untuk mengucap terimakasih....
Yap, kangen itu sama seperti hujan,
Anugerah....

Terkadang, saya tidak ingin mendengar kabarnya
Terkadang saya tidak ingin mendengarkan suaranya.
Hanya untuk rasa syukur...
Bukan untuk menyiksa diri, melainkan melatih diri.
Ketika saya dianugerahi perasaan kangen tersebut..
Saya berusaha sekeras kemampuan otak saya,
Berusaha untuk mengingat suatu kejadian.
Kejadian yang sudah habis masa waktunya untuk "tidak kangen". kejadian itu merupakan cadangan saya.
Sama seperti unta yang sedang berkelana dipadang pasir dengan menyimpan air dipunuknya.
Sedangkan fatamorgaa adalah khayalan saya akan kejadian.
Namun, khayalan nyata.
Dan padang pasir merupakan jarak antara seseorang dengan seseorang.

Ketika ingatan itu sudah pudar,
Saya dibantu oleh variabel seperti foto-foto dan video yang saya punya, 
itu alasan mengapa saya suka mengabadikan.
Mengabadikan tidak melulu (4£4Y)
Tapi merekalah alat bantu saya, ketika otak sudah mulai meraba-raba akan kejadian. 
Namun, ketika foto dan videopun tak mampu membantu.
Barulah, variabel"nya" sebagai media untuk menyampaikan kekalahan saya.
"Hey miss you" = "white flag is flying high, dear"