Seperti kata putus yang tabu untuk diucapkan ketika sedang menjalin suatu hubungan. Seperti itulah jenuh menurutku. Ketika saya jenuh, saya tau apa yang harus saya lakukan tanpa harus mengucapnya, karenanya jenuhku menjadi tabu untuk terucap. Bukan ketidakjujuran yang kutanam, hanya saja terkadang saya merasa hal semacam itu hal yang wajar. Wajar jikalau saya diam, dan memilih untuk tidak bertemu. Hanya semata-mata untuk menjaga perasaan. Karena saya tau, jenuh tidak melulu harus oleh dua pihak, terkadang jenuh muncul hanya dari satu sisi. Ketika itu dari sisiku, maka biarkan saya yang menyelesaikannya. Karena masalah ada dipihakku. Ketika saya mengucap jenuh dikala orang sedang tidak merasakan hal yang sama dengan saya, awalnya saya tidak tau bagaimana perasaan tersebut. Tapi malam ini saya mengerti rasanya, mendengar jenuh disaat saya sedang tidak jenuh dengan seseorang. It hurt me....